Laman

Sabtu, 13 Juni 2015

Prompt #80 - Lembaga Kesetanan



Di sebuah gedung tua di pinggiran kota Blewuk, di sebuah negeri bernama Meneketehe, sebuah rapat tengah berlangsung. Diskusi yang dihadiri bermacam-macam setan itu jadi memanas ketika Jambrong, si genderuwo, enggan diturunkan dari jabatannya.

“Nggak acih! Masa para genderuwo doang yang bisa memimpin lembaga kita?!” cetus Pocong.

“Saya juga ndak setuju. Jangan mentang-mentang sampeyan berbadan besar terus-terusan bisa jadi pemimpin, kami setan begeng juga bisa!” omel hantu Krempeng Klimis.

Embeeerr! Situ jadi pemimpin, adek situ wakil, keponakan situ bendahara. Ya keleus makmur banget hidup lo. Lo enak, kita somplak!” Kuntilanak ikut bicara.

“Anda harus adil, Pak. Biarkan kami juga turut merasakan kursi petinggi. Siapa tahu lembaga kita ini akan lebih baik nantinya,” ucap Tuyul. Dia yang paling kecil, namun paling bijaksana.

Jambrong keringat dingin. Begitu pun genderuwo-genderuwo lainnya, hanya saling tatap satu sama lain. Seluruh ruangan menghakimi mereka, kecuali Mary, si hantu Noni Belanda.

“Sudah. Tidak usah ribut. Jij punya pikiran jangan panas, bicara dengan dingin kepala. Jangan hakimi Mijnheer Jambrong terus. Kasihan dia.”

“Alah, sok bijak! Kamu bilang begitu karena kamu takut dia nggak memimpin lagi kan? Jangan kira kami bego! Kami tahu kamu dapat kucuran dana dari si Jambrong. Bener kan, Brong? Hihihi.” Pocong berjingkrakan.

Mary tertegun.
Jij jangan sembarangan kalau bicara! Ik krijgen niet geen geld van hem,” sahutnya gelagapan. Semua setan juga tahu dia yang paling cantik di antara setan-setan wanita yang lain, jadi wajar saja dia jadi simpanan para pejabat Lembaga Kesetanan.

Jambrong makin gelisah. Skandalnya dengan Mary ketahuan. Wajahnya kini putih pucat dibalik bulu lebatnya yang hitam. Ia sama sekali tak diberi kesempatan bicara. Dan kalaupun ada kesempatan, ia pun bingung ingin bicara apa. Alhasil, ia hanya diam, seperti orang menahan ingin buang air besar, atau mungkin sudah buang air besar tanpa sengaja.

“Bicara soal uang, biarkan saya yang akan jadi bendahara. Saya bisa memanajemen keuangan lembaga ini dengan baik, saya yakin,” interupsi Tuyul.

“Tuyul jadi bendahara. Saya jadi ketuanya,” kata Krempeng Klimis.
Kuntilanak panas lagi. Ubun-ubunnya galau lagi, seolah ditancapkan paku sebesar pohon kelapa.

“Ngaca, Mas Bro! Pemimpin loyo kayak elu mau jadi apaan? Pemimpin itu harus tegas! Elu mah apa atuh? Gampang dihasut! Mending gua jadi pemimpin.” Ia melengos.

Krempeng kecut. Nyalinya ciut. Harga dirinya terenggut.

“Kamu bisa apa memang, Kun?” tanya Pocong.

“Heh! Jangan salah. Lembaga kita maju karena gua! Lu hitung berapa banyak orang yang mesum di gedung ini. Kalau bukan gua yang ngegoda mereka, siapa lagi?”

“Licik! Jij buat begitu biar si pezina perempuan hamil, terus membuang bayinya, bukan? Dengan begitu, jij bisa makan bayinya. Intinya, jij tetap mengenyangkan perut sendiri!”

Suasana makin memanas. Ceracau tiap mulut menggema di ruangan itu. Tiap dari mereka malah makin serang, merasa diri merekalah satu-satunya yang pantas menjadi pejabat lembaga. Bising. Berisik. Sampai akhirnya Jambrong tak sabaran, ia menggebrak meja dengan kencang.

Brakk!!

Jambrong berdiri tegap. Semua audiensi menatapnya.

“Sudah! Begini saja, saya akan turun dari jabatan saya. Pemimpin selanjutnya akan dipilih melalui pungutan suara. Bagaimana?”

Semuanya manggut-manggut, setuju. Tapi, nampak satu peserta tak sependapat.

“Demokrasi? Yah, manusia saja demokrasinya gagal, apalagi setan?” desahnya.



***



Catatan
Jij (Kamu)
Mijnheer (Tuan)
Ik krijgen niet geen geld van hem (Saya tidak dapat uang apapun dari dia)




Nggak jelas. Sudahlah. Yang penting ikut meramaikan Prompt #80 Monday FlashFiction dengan tema yang susah itu; Oligarki. Huhuhu ~

4 komentar:

  1. setannya pake ilmu-ilmuan biar di pilih
    ckckck

    BalasHapus
    Balasan
    1. enggak. "setannya" baik2n rakyat dlu pas kampanye, nanti klw udh kepilih, rakyat diludahin.

      Hapus
  2. ckckck...hantunya lucu-lucu juga ya mas!

    BalasHapus