Rabu, 30 September 2015

Prompt #90 - Parak

Dia, benar hanya dia. Ku selalu menginginkannya, belaian dari tangannya. Mungkin hanya dia harta yang paling terindah di perjalanan hidupku, sejak derap denyut nadiku. Namun, bagaimana lagi? Dia segera dipinang orang. Kebaya putihnya sudah terlanjur terpasang.

Aku? Aku bisa apa?

“Selamat ya, Sil. Akhirnya kamu nikah juga. Aku jomblo sendirian deh.”

“Hahaha, makanya cari jodoh atuh, Bi. Jodoh téh memang nggak ke mana, tapi kalau nggak ke mana-mana, ya nggak dapat jodoh. Kumaha? Mau?

Ah, Sil, jodoh seperti apa yang harus kukejar kalau hati ini berhenti untukmu? Kuingin kamu tahu isi hatiku. Kamulah yang terakhir dalam hidupku.

“Ya, mudah-mudahan saja aku bisa. Doain, ya, Sil.”

“Pasti, Bi. Yang penting, harus ada kemauan dulu dari diri kamu. Pelan-pelan pasti bisa. “

Aku mungkin akan menikah juga kelak, Sil. Tapi apa aku mampu mencintai orang lain secintanya aku padamu?

“Aku sayang kamu, Sil. Masih.”

“Cukup, Bi. Aku sudah melangkah. Seharusnya kamu juga.”

“Iya, aku ngerti.”

Kuingin kau selalu di pikiranku. Kamu yang selalu larut dalam darahku.

“Udah atuh jangan galau begitu! Move on, Bi. Ganti penampilan kamu. Kamu téh sabenerna geulis kalau pakai pakaian perempuan. Jangan tomboy terus dong.”

Tak ada yang lain. Hanya kamu, Sil.
Tak pernah ada.
Takkan pernah ada.


-oOo-




Terkadang Tuhan hanya mempertemukan, tapi tidak menyatukan.
Ah, Prompt #90 Monday Flash Fiction kali ini kok agak beda, ya? Kayak ada sedih-sedihnya gitu.

6 komentar:

  1. Bagus. Tapi lirik yg dipakai to much. *imho

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya saya tau :') lg nggak punya wktu bnyk buat nulis serius

      Hapus
  2. Lesbi? =_____= omg. Tomboi coy xD duh ketawa

    BalasHapus
  3. Iya, terlalu banyak memakai lirik lagu. Oh ya, aku menemukan salah satu 'pola' penulis ketika mengisahkan cerita cinta sejenis: Nama tokoh berupa singkatan. Seperti dalam cerita ini. Kadang berhasil 'mengecoh' pembaca, kadang bisa langsung terbaca. :)

    BalasHapus