Ia meraba, sembari kutuntun. Akulah tongkatnya. Aku petanya. Yang menuntunnya dalam gelap. Tanpaku, ia bukan apa-apa.
“Kita mau ke mana?”
“Ke tempat yang masih ada cahaya.”
Gelap. Tak ada cahaya sama sekali. Tak ada kehidupan. Namun mataku melihat dengan jelas. Hanya gedung-gedung pencakar langit yang hancur keropos. Dan mayat orang-orang yang kekenyangan menelan matahari berserakan bagai daun kering.
“Di mana?”
“Entah. Kita terus berjalan saja. Jika kau melihat cahaya, tuntun aku ke sana.”
Aku tak pernah ingat yang apa yang terjadi sebelumnya. Ketika kulahir, dunia sudah dalam zaman kegelapan. Matahari sudah lenyap dimakan orang-orang. Aurora sudah dicuri. Pelangi dipotong-potong dan dijual seribu tiga. Bulan dan bintang diperebutkan, hingga memunculkan pertumpahan darah.
“Setelah kita temukan cahaya, lalu apa yang akan kaulakukan?”
“Tentu akan kuambil barang dua batang. Satu untuk makan, satu lagi kita jual ke luar negeri.”
Kami menanjak bukit. Dan sesampainya kami di puncak, aku tertegun. Kulihat cahaya di bawah sana, di ujung jalan setapak. Namun warnanya tak begitu indah. Tak seperti sisa-sisa aurora. Tak warna-warni laksana bekas pelangi. Juga tak serupa matahari, bulan, dan bintang. Hanya putih kekuningan, bercampur merah. Silau. Menusuk mata.
“Mengapa harus ke luar negeri? Mengapa tidak terangi negeri kita sendiri saja?”
“Di luar negeri, banyak orang yang membutuhkan.”
“Bukankah di negeri kita juga?”
“Betul. Tapi orang di negeri kita tidak akan membayar untuk itu.”
Makin dekat, makin jelas. Akhirnya kuputuskan untuk berhenti. Namun kubiarkan ia terus melangkah maju. Menuju cahaya dambaannya.
“Baiklah. Cahaya di depan kita.”
“Benarkah?! Sungguh?!”
“Tentu.”
“Ayo kita ke sana! Cepat!”
“Tidak. Kau saja. Berjalanlah. Lurus saja.”
“Kau tak ingin ikut?!”
“Tak. Kuhargai impianmu membantu orang di luar negeri. Ambillah semua cahaya itu, dan pergilah bantu mereka.”
Dengan semangat menggebu dan senyum simpul di wajahnya, ia berlari menuju sang cahaya. Hingga begitu dekat ia dengan cahaya itu, lalu berubahlah ia menjadi abu.
300 kata yang diikutsertakan pada Prompt #91 tema "Berdua" Monday's FlashFiction
This story is available in English. Click here .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar