Senin, 13 April 2015

Sang Wirausahawan

Selepas di-PHK, Ayah beralih menjadi pengusaha es krim. Awalnya es krim buatannya tak laku. Ayah sempat putus asa. Namun suatu kesempatan yang terbilang kebetulan tiba-tiba terjadi. Ayah semangat lagi. Mendadak, ia jadi orang kaya.

Hari itu, adikku sedang melewati hari pertamanya menstruasi. Rok sekolahnya merah terkena noda darah. Sepulang sekolah, ia merendam roknya di bak cucian, bersebelahan dengan bak tempat Ayah menyimpan bahan es krimnya. Entah mengapa Ayah begitu bodoh untuk menyimpan bahan itu di kamar mandi. Adikku juga tak kalah bodoh. Ia mengambil roknya, namun tak membuang air rendamannya. Maka, tertukarlah kedua bak itu.

Ayah mencampur air rendaman bercampur darah adikku itu dengan gula dan pemanis tanpa sadar. Lalu menyimpannya di lemari es hingga akhirnya jadilah batangan-batangan es krim merah rasa stroberi yang menggiurkan. Batangan es itu dikemas dan dijual. Laku keras! Tua muda menyukainya.

Kami mencoba menasihati Ayah dan menyuruhnya berhenti dengan ide gilanya, namun ia menolak. Seiring berjalannya waktu, kami mulai terbiasa. Terlebih, kami dapat banyak untung dari usaha hina ini.

Sejak saat itu, Ayah meminta adikku untuk tak membuang pembalutnya, melainkan mengumpulkannya dan merendamnya. Mencampurnya dengan air, gula, perasa stroberi, dan beberapa bahan kimia yang entah apa gunanya. Tapi bagiku, yang paling menjijikkan ialah es krim itu dibuat dari darah menstruasi!

Bukan hanya adikku yang jadi “bahannya”. Ibu dan kakak perempuanku pun kena imbasnya. Hingga suatu hari, Ayah pulang dan memberi mereka pil-pil yang entah ia dapat dari mana. Yang pasti, pil-pil itu membuat mereka terus menstruasi, terus mengeluarkan darah dari kemaluan mereka lebih sering.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, hingga tahun. Ibu, Kakak, dan adikku menjadi kurus. Dan akhirnya, mereka meninggal dunia. Namun Ayah tetap enggan berhenti. Di tengah kekayaannya yang kini melimpah ruah dan usahanya yang laku keras, ia berkata padaku:

“Putraku, tidakkah kau ingin menjalani operasi ganti kelamin?”

Aku tertegun.



#Prompt75 - Stroberi Monday FlashFiction

6 komentar:

  1. Ide cerita soal psycothriller, sebenernya menarik. Tapi aku terganggu betul sama "pil-pil untuk membuat terus menstruasi". Kamu yakin pil itu ada? Misal ini imajinasimu, perempuan mens itu nggak enak. Usahakan tidak mengalahkan logika demi imajinasi.

    Nulis terus, ya.

    BalasHapus
  2. Sebenarnya idenya oke, beda.
    Hanya saja, kurang menjiwai. Jadinya malah jijik yg keluar. Maaf ya..
    Terus nulis ya!!

    BalasHapus
  3. Aku nambahin yg lain, ya. Misal pun si "Aku" operasi kelamin, nggak akan lantas bisa membuatnya menstruasi. Kan sistem organnya masih lelaki, nggak punya rahim. :))

    BalasHapus
  4. Menarik, tapi penyampaiannya kurang nigh.. Ini bukan FF tapi sinopsis sebiah kisah thriler

    Salam kenal yah

    BalasHapus
  5. Idenya liar! Tapi penyampaiannya masih kurang. Dalam cerita fiksi, apa pun jadi. Imajinasi boleh tak berbatas. Hanya saja untuk beberapa jenis fiksi, logika harus tetap diperhatikan. Dalam cerita bergenre fantasi, misalnya, menceritakan seorang tokoh manusia bisa terbang, memiliki sayap, atau kekuatan magis lain tentu masih 'masuk akal'. Genre tersebut memberikan ruang untuk berimajinasi seluas-luasnya. Tapi dalam cerita yang berpijak pada 'realita', hal-hal tersebut tentu tak mungkin.

    Kembali pada cerita ini. Awalnya kan si ayah nggak tahu kalau baknya tertukar. Dari mana kemudian dia tahu perihal 'darah' itu? Lalu, soal akhirnya si ayah memiliki kekayaan yang melimpah ruah: aku nggak dapat gambaran yang pas. Berapa sih es krim yang bisa diproduksi setiap bulannya? Berapa harga per buah? Cukupkah untuk membuat si Ayah jadi kaya raya?

    Dan terakhir, seperti kata Istia'dzah Rohyati, lelaki nggak bisa menstruasi meski ganti kelamin.

    Salam. :)

    BalasHapus
  6. Wah, banyak yg komentar. Iya, makasih kakak-kakak semua nasihatnya. Maaf baru buka blog lagi. Jujur emang itu emang masih yang harus bnyk aku pelajarin; menyampaikan cerita yang jelas dan pas tanpa perlu "lahan" kata yang banyak. Dan untuk yang di akhir itu. Aku sadar itu nggak logis. Hikz :(

    BalasHapus