Pukul 02.00 waktu setempat, adikku meneleponku dan menyuruhku untuk tidak pulang. Jalan sudah ditutup, katanya, dipenuhi mobil polisi, pemadam, dan ambulans. Di ujung jalan itu, ada sebuah rumah yang kebakaran. Tapi aku tak acuh. Aku sudah lelah. Aku ingin cepat pulang. Besok ada kuliah pagi.
Sesampainya di perumahanku, aku tersentak. Langit memerah laksana senja. Asap mengepul tinggi bagai gunung. Jalanan ramai, seperti pasar malam. Belum jauh melangkah, seseorang menabrakku. Ia terengah-engah. Matanya bercucuran air mata. Keringatnya banjir sekujur tubuh.
“Hey... bukankah kau...”
“Biarkan aku pergi!”
Aku mengenalnya. Ia putri dari keluarga yang rumahnya terbakar itu, rumah di ujung jalan itu. Tapi kenapa ia malah berlari?
“Di mana keluargamu?”
“Percayalah, ini demi kebaikan semuanya!”
“Apa maksudmu? Aku tak mengerti.”
“Aku mencintai mereka. Sungguh. Tapi mereka tak tahu bagaimana caranya mencintaiku tanpa memaksaku menjadi ini itu. Aku bukan pohon! Aku berhak hidup bebas! Aku manusia!”
Ia kemudian berlari menjauh. Menyelinap di antara kerumunan. Kemudian hilang dalam gelap. Tak ada yang mengenalnya. Tak ada yang sadar bahwa ia anak keluarga rumah yang terbakar itu. Tapi yang jelas, tak ada pula yang akan mengerti kata-katanya. Begitu pun aku.
Aku hanya mematung memandangi kepergiannya. Linglung di tengah orang-orang bingung. Hingga belum sempat kayu menjadi abu, suara ledakan kembali menggema, memecah langit malam yang pekat kemerah-merahan. Di ujung jalan yang satunya lagi, si jago merah memanjat langit. Terangnya terlihat dari kejauhan. Sebuah rumah baru saja terbakar lagi.
Para petugas tunggang-langgang menuju rumah itu. Suara api yang menjilat kayu terdengar mengerikan bak suara tulang yang dipatah-patahkan. Orang-orang berteriak. Gaduh segaduh-gaduhnya. Belum selesai, di ujung jalan setelah pertigaan, lagi-lagi api terlihat berkobar. Para penduduk makin histeris. Aku gemetar.
Itu rumahku!
Dari kerumunan, aku menangkap sosok adikku berlari dalam ketakutan. Air matanya bercucuran. Keringat dingin membanjirinya. Terngiang di telingaku suara lembutnya tadi di telepon. “Kak, jangan pulang,” begitu katanya.
Prompt #125 Monday Flash Fiction bertema ‘Rumah di Ujung Jalan’. Aku ingat perkataan seseorang. “Anak adalah sebuah tanaman. Orang tua menanam dan memberinya pupuk agar subur. Tapi mereka jugalah yang menggunting dan membentuknya sesuai keinginan mereka.” Aku nggak nyuruh untuk setuju, kok!
Rumahnya "aku" dibakar anak perempuan itu juga? Atau dibakar adiknya "aku"? Atau gimana?
BalasHapusRumahnya "aku" dibakar anak perempuan itu juga? Atau dibakar adiknya "aku"? Atau gimana?
BalasHapusnggak ngerti maksud ceritanya apa
BalasHapusrumahnya anak perempuan dibakar anak perempuan itu sendiri. rumahnya "aku" dibakar oleh adiknya "aku"? apa anak perempuan dan asiknya "aku" sama2 tertekan oleh perlakuan keluarganya? jadinya melakukan tindakan ekstrim membakar rumah mereka?
BalasHapus*sotoy :D
Anak perempuan itu membakar rumah dan keluarganya sendiri. Rumah dan orang tuaku dibakar adikku. Aku rasa itu jelas. o.O
BalasHapusAku juga bingung. Tak ada petunjuk apa pun perihal si adik tokoh yang membakar rumahnya. kalau anak rumah tetangga sih, ada musababnya. oya, siapa yang membakar rumah kedua? ;)
BalasHapusPetunjuknya adalah dia terlihat ketakutan, keringat dingin, berusaha kabur, menangis. Ciri2nya jelas sama dengan si Gadis dr keluarga rumah di ujung jalan. Masalah siapa yang membakar rumah kedua, it's not important. The point is anak2 di perumahan itu lagi ngelakuin "pemberontakan", bukan cuma si Gadis atau Adik. Tapi juga anak dari rumah kedua yang gak perlu disebutin karena kupikir pembaca bisa menyimpulkan sendiri.
HapusTernyata nasib /kelakuan adiknya si aku sama seperti anak perempuan yg membakar rumah dan keluarganya. Tapi kurang penjelasan aja. Semacam.... Apa ya...
BalasHapusTernyata nasib /kelakuan adiknya si aku sama seperti anak perempuan yg membakar rumah dan keluarganya. Tapi kurang penjelasan aja. Semacam.... Apa ya...
BalasHapusKarena memang sengaja dilepasin gitu aja. Biar pembaca yang ngerti sendiri. Karena nyatanya, setelah dibaca lagi dan lagi, ngerti kan? Jajajajaja :D
HapusTernyata nasib /kelakuan adiknya si aku sama seperti anak perempuan yg membakar rumah dan keluarganya. Tapi kurang penjelasan aja. Semacam.... Apa ya...
BalasHapus