Sketsa oleh Carolina Ratri |
“Kami tidak bersalah!” Wanita-wanita itu menjerit. Semuanya. Kecuali satu. Ibuku. Ia diam dengan kepala tertunduk. Matanya terpejam karena buta. Namun air matanya mengalir bagai sungai. Aku tak sanggup melihatnya. Tak mampu berbuat apa-apa.
“Bawa mereka!”
“Hukum! Bakar!”
“Bunuh mereka! Musnahkan tukang sihir!”
Mereka diarak ke tengah kota. Tiap-tiap dari mereka ditelanjangi, dirantai, dan diikat pada tiang-tiang yang panjang. Orang-orang menonton sambil mengangkat-angkat parit dan obor. Dan mereka membawa hinaan-hinaan di lidah mereka. Seperti para algojo yang membawa minyak, yang ditumpahkan pada tubuh wanita-wanita terpidana itu.
Ketika api mulai dinyalakan, wanita-wanita itu berteriak melolong-lolong. Jeritannya sampai ke langit. Orang-orang bersorak-sorai bergembira. Gaduh semesta. Gemuruh segalanya. Tapi ibuku tidak. Ia hanya diam menangis. Ia buta. Ia tak tahu apa-apa. Ia hanya wanita tua yang gila, yang sering bicara sendiri, seolah ia punya dunia dalam nuraninya. Tapi terkadang ia juga terdiam, seperti sedang merasakan sesuatu, seolah ia bisa melihat segalanya, seolah ia punya banyak mata dalam kepalanya.
Tapi ibuku... bukan penyihir. Bukan seperti yang mereka tuduhkan. Ia ibu yang baik. Ia selalu merawat dan menjagaku. Ia bukan tukang sihir.
Hingga kemudian hal aneh mulai terjadi. Sementara wanita-wanita lain mulai meronta dan menjerit, ibuku begitu tenang. Api yang membakarnya semakin kecil dan berkurang. Hingga akhirnya padam. Sang algojo tertegun. Penonton ketakutan. Gubernur memerintahkan sang algojo untuk membakar ibuku lagi, kali ini dengan minyak yang lebih banyak.
Namun... belum sempat sang algojo bergerak, ibuku sudah keburu membuka matanya untuk pertama kali. Mata itu tak lagi mengeluarkan air, namun malah api yang berkobar dan menyebar di udara. Mengejar tiap-tiap jasad di hadapannya. Menjilat dan membakar tiap orang di sana. Sang algojo, gubernur, dan semuanya. Mereka tunggang-langgang bagai babi dikejar serigala. Menjerit semuanya. Hangus seketika.
Ibuku berjalan menjumpai.
Kenapa ibuku membunuh semua orang? Kenapa ibuku tidak hangus dibakar?
“Kalau Ibu mati, dengan siapa dirimu nanti?” begitu jawabnya.
#PestaFiksi05 untuk dapetin buku Penyihir-Penyihir di Manik Mataku-nya Mbak Carra. Yaudah itu aja. Hahaha. Selamat Hari Ibu, Natal, dan Tahun Baru!
Referensi:
2. “Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” QS. Al Humazah : 8-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar